15 April 2022 - Jumat Agung (Tahun II/C)
Yesus Wafat di Kayu Salib |
Pengantar
Hari
ini kembali kita diundang untuk sungguh masuk dalam karya keselamatan Allah
yang dikerjakan Yesus. Hari ini kita mengenangkan Yesus yang wafat di kayu
salib demi keselamatan umat manusia. Hari ini kita melihat persembahan diri
yang paling agung yang telah dibuat oleh Yesus dengan cara mengorbankan
dirinya, sebagai tebusan bagi keselamatan umat manusia.
Bapa
ibu dan saudara-saudari yang terkasih
Hari
jumat ini adalah hari yang agung. Maka disebut dengan Jumat Agung. Keagungan
ini merujuk pada kematian Yesus di salib. Hari ini adalah hari penyaliban di
mana Yesus menyerahkan nyawa-Nya kepada Bapa. Maka, hari Jumat Agung ini adalah
hari yang penuh makna, di mana peristiwa-peristiwa akhir hidup Yesus penuh
dengan kenangan-kenangan yang indah bersama dengan para murid-Nya. Dalam
peristiwa ini juga ada banyak nilai yang ditanamkan secara khusus kepada para murid-Nya
dan kepada kita yang percaya kepada-Nya.
Bapa
ibu dan saudara-saudari yang terkasih
Kita
merayakan Hari Jumat Agung ini untuk mengenang sengsara Tuhan kita Yesus Kristus.
Untuk itu saya memulai homili pada hari yang istimewa ini dengan memberikan
sebuah pertanyaan yaitu “Mengapa Tuhan
kita Yesus Kristus menjalani hukuman berupa penyaliban?”.
1. Versi Romawi: Yesus disalib karena dianggap memberontak dan
pengacau masyarakat saat Yesus mengusir orang di Bait Allah (Yohanes 2: 13-24).
2.
Versi Yahudi: Yesus disalib karena dianggap
menghujat Allah (Markus 14: 62-64), lalu dituduh sebagai nabi palsu dan
melawan hukum sabat (Lukas 6:1-11).
3.
Versi Kristen: Yesus disalib karena menebus dosa
dan menyelamatkan manusia dari kebinasaan kekal (1 Korintus 15:3, Yesaya
53:1-12). Penyaliban Yesus bukanlah berasal dari manusia, melainkan kehendak
Allah untuk menebus dosa manusia. Allah tahu manusia tidak akan bisa menebus
dosanya sendiri. Itu sebabnya Perjanjian Lama di dalam Alkitab dikatakan bahwa
ketika seseorang berdosa, maka ia harus mengambil seekor hewan yang tidak
bercacat untuk dijadikan kurban untuk penebusan dosanya (Imamat 5-19). Akan
tetapi, manusia masih tetap saja berdosa, maka Tuhan sendiri turun dari surga
menjadi manusia yang tidak bercacat untuk menebus dosa manusia (Yohanes 3:16).
Tentu,
kita yang berada di sini lebih mempercayai dan berpegang pada versi yang
ketiga, karena Tuhan Yesus Kristus sendiri telah datang ke dunia demi menebus
dosa-dosa kita, menyelamatkan kita dan menjadikan kita menjadi manusia baru.
Bapa
ibu dan saudara-saudari yang terkasih
Hari
Jumat Agung bukan hanya sebuah memori tentang sebuah peristiwa Yesus yang dulu.
Hari Jumat Agung adalah sebuah realitas, sebuah kenyataan yang masih aktual
hingga saat ini. Kita mengenang pengurbanan Tuhan kita Yesus Kristus, ketika
memikul salib yang berat, di mana Ia dicaci maki, dicemooh, dipukuli hingga wafat
di atas kayu salib. Peristiwa Yesus yang kita kenangkan pada hari ini masih aktual
hingga saat ini, di mana ada begitu banyak orang yang memikul salib-salib
tertentu di dalam hidupnya. Salib yang dimaksud bukan konteks fisik (sebuah
kayu yang berat berbentuk silang). Akan tetapi salib yang dimaksudkan ialah seperti
kelemahan kita, persoalan-persoalan hidup kita, penderitaan kita, beban hidup
kita, kedosaan kita, dan semua segala jenis lainnya yang membuat kita
lemah-lesu dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Contoh
kecil seperti: masih banyak orang yang tidak memiliki rumah tinggal, sementara
orang-orang kaya memiliki lebih dari satu rumah tinggal. Masih banyak orang
sakit yang tidak mendapat pengobatan karena tidak mampu membayarnya. Masih
banyak anak-anak dan remaja tidak dapat bersekolah karena tidak memiliki biaya
pendidikan yang cukup. Masih banyak para pekerja yang mengalami pemutusan
hubungan kerja di tempat kerjanya. Inilah realitas yang menunjukkan bahwa masih
banyak salib dalam kehidupan kita.
Bapa
ibu dan saudara-saudari yang terkasih
Mengapa
Tuhan Yesus Kristus menebus kita di kayu salib? Ini selalu menjadi sebuah
pertanyaan yang lazim dalam masyarakat kita saat ini. Dalam Katekismus Gereja
Katolik mengajarkan bahwa salib adalah tempat hukuman yang paling hina dan
mengerikan. Tuhan Yesus, Penebus kita meskipun tidak berdosa, namun Ia memilih
salib untuk menanggung dosa dan salah kita dan merasakan kesakitan dunia.
Konsekuensinya, dengan salib, Ia membawa dunia kembali kepada Allah dengan
kasih yang sempurna (KGK,
613-617,622-623).
Dalam
bacaan pertama yang kita dengarkan tadi yang diambil dari Kitab Yesaya
berbicara tentang nubuat kesengsaraan yang dialami oleh Hamba Yahweh yang
menderita. Nubuat kesengsaraan yang dialami oleh Hamba Yahweh yang menderita
ini merupakan bentuk penyelamatan dan kemuliaan yang akan diberikan kepada
hambanya yang setia. Litrugi gereja membaca Kitab Yesaya pada kidung Hamba
Yahweh ini dalam kacamata wafat yesus. Bahwa kehinaan dan penderitaan fisik
yang di alami oleh manusia Yesus sebenarnya menjadi refleksi bagi kita bahwa Ia
sedemikian rupa rela menderita dan wafat di kayu salib yang hina demi
menanggung segala dosa-dosa kita, segala kelemahan-kelemahan kita. Lalu, mari
kita bertanya dalam diri kita. Sejauhmana kita sungguh-sungguh memberi
perhatian dalam penderitaan-Nya?
St.
Paulus dalam bacaan kedua mengatakan bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah Imam
Agung yang mengatasi segala langit. Dia mempersembahkan doa dan permohonan
dengan ratap dan tangis dan keluhan kepada Dia yang sanggup menyelamatkan-Nya
dari maut dan karena kesalehan-Nya, Ia telah didengarkan. Hal istimewa yang
kita patut belajar dari Tuhan Yesus adalah sekalipun Dia sebagai Anak Allah, Ia
telah belajar menjadi taat dan menjadi pokok keselamatan abadi bagi semua orang
yang taat kepada-Nya. Kata kunci keselamatan kita menurut St. Paulus adalah
ketaatan Kristus kepada kehendak Bapa di surga. Dengan demikian, sejauhmana
kita sudah taat kepada kehendak Bapa dan Putera-Nya, Yesus Kristus, yang rela
menderita dan wafat demi keselamatan kita?
St.
Cirilius dari Yerusalem pernah mengatakan bahwa Tuhan Yesus merentangkan
tangan-Nya di kayu salib, tujuannya agar menjangkau dan memeluk hingga sudut
terjauh alam semesta ini. Tangan-Nya selalu terbuka untuk menerima semua orang
tanpa memandang siapakah orang itu. Artinya bahwa tangan Yesus yang terentang
demikian, mau menunjukkan bahwa Ia sungguh-sungguh mencintai, mengasihi dan
memeluk semua orang tanpa kecuali, entah itu orang baik maupun orang jahat.
Bapa
ibu dan saudara-saudari yang terkasih
Dalam
mengenangkan penderitaan dan wafat Tuhan kita Yesus Kristus pada hari ini, kita
semua diundang untuk menyatukan segala kelemahan kita, penderitaan kita, beban
hidup kita, kedosaan kita, dalam penderitaan Kristus dengan sikap iman dan rasa
percaya, agar kita memperoleh keselamatan dari Tuhan. Semoga Tuhan senantiasa memberkati
kita. Amin
0 Komentar