14 April 2022 - Kamis Putih (Tahun II/C)

Yesus Membasuh Kaki Para Murid-Nya

Bapa ibu dan saudara-saudari yang terkasih

Dalam bacaan pertama dari Kitab Keluaran berbicara tentang ketentuan perayaan Paskah Yahudi yang diberikan Tuhan kepada bangsa pilihan-Nya melalui Musa dan Harun. Di sana ditegaskan hal-hal yang harus diperhatikan, baik dalam persiapan maupun pelaksanaan Paskah itu sendiri. Waktu perayaan Paskah adalah tanggal 10 dalam bulan (bulan Nisan: bulan pertama dalam kalender Yahudi). Hewan kurban yang dibutuhkan adalah seekor anak domba jantan (bisa juga seekor kambing). Anak domba itu harus jantan dan berumur satu tahun. Anak domba itu harus dikurungkan (dipingit/dikarantina) selama 14 hari (sama dengan karantina mandiri 14 hari bila untuk pasien yang reaktif terpapar virus Corona) lalu disembelih pada senja hari. Darah anak domba itu dioleskan pada palang pintu rumah. Sedangkan dagingnya dimakan bersama roti tak beragi dan sayur pahit (Yoh.12:1-8). Juga dijelaskan cara makan perjamuan Paskah yahudi: pinggang terikat, kaki berkasut dan tongkat di tangan serta makan terburu-buru/tergesa-gesa.

Sementara dalam bacaan kedua dari Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus dan kisah Injil, berbicara tentang hakekat dan makna baru dari perjamuan Paskah, yaitu pembebasan dari kuasa dosa yang telah merusakkan citra manusia yang mulia dalam berbagai bentuk. Sebetulnya baik Paskah Yahudi maupun Paskah Kristus sama-sama merupakan perayaan “PEMBEBASAN”. Namun tekanannya berbeda. Pembebasan dalam Paskah Yahudi adalah pembebasan dari perbudakan/penjajahan Mesir dan sementara pembebasan dalam Paskah Kristus adalah pembebasan yang jauh lebih mulia yaitu pembebasan dari perbudakan dosa yang membinasakan.

Bapa ibu dan saudara-saudari yang terkasih

Pembasuhan kaki adalah tindakan yang dilakukan oleh para pelayan atau para hamba/budak. Pembasuhan kaki pada masa itu adalah satu kebiasaan yang baik dalam tradisi Yahudi, mengingat kondisi jalan yang berdebu dan umumnya orang-orang hanya memakai sandal/kasut terbuka yang diikat pada kaki. Kondisi ini membuat kaki mereka kotor dan tuan rumah yang mengadakan perjamuan dan yang mengundang makan para tamu, menyiapkan seorang (atau beberapa orang) budak/hamba, untuk membasuh kaki para tamu sebelum memasuki rumah atau ruang pesta. Lagi pula dalam kebiasaan Yahudi, seperti umumnya masyarakat Timur Tengah, tamu selalu dipersilahkan duduk atau setengah berbaring di atas tilam/matras sehingga kaki memang harus bersih.

Namun dari kisah pembasuhan kaki ini, Yesus sebagai tuan rumah/tuan pesta tidak menyiapkan seorang budak/hamba untuk membasuh kaki. Normalnya, para murid-Nya mesti peka melihat hal ini sehingga mereka mesti berinisiatif untuk mengambil tugas ini. Tapi faktanya hal itu tidak terjadi. Nampak di sini ada ketidaklaziman yang  bernuansa provokatif yang dilakukan Yesus dalam tindakan pembasuhan kaki ini. Mengapa?

Kalau biasanya pembasuhan kaki dilakukan oleh para pelayan/hamba, namun disini justru dibuat oleh Yesus, si tuan rumah/tuan pesta. Juga yang tidak lazim adalah bahwa, pembasuhan dilakukan Ketika perjamuan sedang berlangsung, sementara lazimnya dlakukan sebelum masuk rumah atau tempat pesta. Selain itu, pembasuhan ini dilakukan oleh Guru kepada murid-muridnya. Ini merupakan penjungkirbalikan tradisi dan tata kesopanan yang lazim di kalangan Yahudi.

Bapa ibu dan saudara-saudari yang terkasih

Mengapa semua itu dilakukan oleh Yesus? Mau mengatakan bahwa hal ini menjadi salah satu alasan hukuman mati atas Yesus, yakni Dia sering dituduh melanggar dan melawan hukum taurat dan tradisi Yahudi,  selain karena Dia juga dituduh menghojat Allah dan menyamakan Diri-Nya dengan Allah. Terlepas dari semua alasan yang membawa Yesus kepada kematian-Nya yang tragis (disalibkan), Yesus melalui tindakan dan pewartaan-Nya, sesungguhnya mau mengajarkan sesuatu kepada para murid-Nya dan tentu kita semua sebagai pengikut-pengikut-Nya.

Dengan membasuh kaki murid-murid-Nya, Yesus mengajarkan tentang kerendahan hati dan pelayanan tanpa pamrih. Memang sangat sulit bagi kita untuk sampai pada level kerendahan hati dan siap melayani seperti Yesus. Para murid-Nya yang sudah bersama dengan Dia juga enggan untuk melayani dalam kerendahan hati, malahan di antara mereka sedang terjadi perebutan posisi terhormat (bdk. Mat. 18:1; 23:11; Mrk 9:34 & Luk. 9:46). Di tengah situasi dan disposisi batin para murid seperti itu, Yesus malah membasuh kaki para murid. Di mana Dia menanggalkan jubah-Nya, yang melambangkan pengosongan diri dengan mengambil rupa seorang  hamba.

Bapa ibu dan saudara-saudari yang terkasih

Dalam Yesus kita melihat dan belajar arti sesungguhnya dari melayani, bukan untuk popularitas atau mengharapkan keuntungan. Lebih dari itu Yesus melayani sehabis-habisnya hingga mengorbankan jiwa dan raga-Nya, kehidupan-Nya. Dan itu semua dapat terjadi karena ketaatan pada kehendak Bapa-Nya dan kerendahan hati yang sejati.  Yesus mau melayani dengan penuh cinta dan kasih tulus, tanpa terbebani “embel-embel status atau predikat apapun yang melekat pada-Nya. Dia mau menjadi seorang manusia walaupun dia adalah Putra Allah. Dia rela meninggalkan ke-allahan-Nya dan menjadi salah seorang dari antara kita. Dia rela menjadi hamba/pelayan kendatipun Dia adalah Tuhan yang berkuasa. Dia mau mengalami penderitaan dan kematian, walaupun Dia adalah pemilik kehidupan, agar dengan kematian-Nya kita dihidupkan (Rm. 5:5-8; 6:9).

Kita juga diajak dan belajar untuk menjadi pribadi yang rendah hati dan siap melayani dengan semangat cinta yang penuh pengorbanan. Maka, kita semua diajak untuk menanggalkan semua atribut yang menjadi alasan kesombongan, hilangkan predikat diri yang menjadi dasar kebanggaan diri yang semu, jauhkan sedapat mungkin perasaan-perasaan yang membuatmu terhina karena melakukan kebajikan/kebaikan kemanusiaan, dan bangunlah kesadaran diri yang benar bahwa kehebatan diri  justru dicapai melalui pengakuan orang lain, bahwa kewibawaan tidak bisa dialami dengan merendahkan orang lain, bahwa kebahagiaan tidak dicapai dengan menyingkirkan sesama serta kedamaian hati dan ketentraman jiwa hanya bisa dialami dan dirasakan tatkala kita membangun hidup dan orientasi hidup kita atas dasar keteguhan iman kepada Tuhan sebagai penguasa hidup kita dan kesadaran betapa rendah dan terbatasnya kesanggupan diri sebagai manusia.

Bapa ibu dan saudara-saudari yang terkasih

Pembasuhan kaki oleh Yesus ini, menjadi simbol pembasuhan dari dosa melalui darah Kristus di salib. Sebagaimana dalam Perjanjian Lama darah anak domba jantan menjadi korban Paskah yang membebaskan bagi bangsa Israel dari perbudakan Mesir, demikian pula pengorbanan Kristus di salib menjadi tanda penyucian dan lambang kehidupan. Dalam Perjanjian Lama hewan kurban dan darahnya menjadi kurban silih dosa, maka dalam Perjanjian Baru Yesus sendiri adalah Korban itu. Kristus adalah kurban dan Dia datang untuk mati. Dia tidak mempersembahkan anak domba, lembu atau hewan kurban lainnya, tetapi Dia mempersembahkan diri-Nya sendiri demi penghapusan dosa-dosa kita.

Dengan ini, kita semua diajak untuk siap mengorbankan diri, memberikan diri sebagai konsekuensi yang tidak terhindarkan dari pengorbanan Yesus bagi kita. Kita belajar untuk berkorban dengan mengorbankan waktu kita bagi sesama yang membutuhkan kehadiran dan perhatian kita, kita belajar mengorbankan perasaan kita, sekiranya itu membuat sesama kita nyaman dan merasa kuat, kita belajar berkorban bagi sesama yang berada dalam kesulita dengan memberi dari apa yang kita miliki. Kita juga belajar mengorbankan sesuatu yang menjadi kehebatan dan kebanggaan diri, demi hal yang ingin kita wujudkan sebagai bentuk respon kita pada Tuhan, kita rela meninggalkan hal-hal yang menjadi kesukaan, hobby, kesenangan dan prestasi demi kesetiaan pada komitmen diri untuk melayani Tuhan dan sesama, kita mesti peka untuk melihat dan merasakan apa yang terjadi, yang menuntut perhatian kita. Kita tidak boleh seperti para murid yang tidak bergeming, ketika Yesus membasuh kaki mereka dan merasa hal itu wajar dan pada tempatnya. Sikap apatis dan meremehkan sesuatu yang penting, akan menjerumuskan kita pada sikap mental enak dan melemahkan daya juang dan sebagainya.

Inilah tuntutan kemuridan Yesus yang mesti kita sadari. Berat memang, tapi Tuhan akan menguatkan kita bila kita berlari kepadanya. Sulit tentu, tetapi bila kita melakukan dalam ketulusan, maka Tuhan akan menguatkan kita. Mari kita belajar pada Tuhan Yesus yang rela membasuh kaki murid-murid-Nya. Kitapun belajar melayani dengan penuh cinta dan kerendahan hati. Tuhan telah memberi teladan, kita belajar mencontohnya dalam hidup kita. Semoga kita diteguhkan dan dikuatkan untuk setia pada Tuhan dan belajar menjadi murid-Nya yang rendah hati dan siap melayani tanpa pamrih. Bila kita sungguh melaksanakan apa yang Tuhan Yesus perintahkan, maka kita boleh merayakan Perjamuan kudus ini (Perjamuan Kudus: Persekutuan dalam Ibadat bersama – mendengarkan Sabda Allah) dengan pantas dan memperoleh rahmat pembasuhan atau penyucian dari Tuhan sendiri atas dosa-dosa kita. Semoga Tuhan senantiasa memberkati kita. Amin.